Blog Ini Adalah Sarana dan Inspirasi Q

Blog Ini Adalah Sarana dan Inspirasi Q
be my self

Selasa, 02 Februari 2010

tata surya

TATA SURYA


Tata surya (bahasa Inggris: solar system) terdiri dari sebuah bintang yang disebut matahari dan semua objek yang yang mengelilinginya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, meteor, asteroid, komet, planet-planet kerdil/katai, dan satelit-satelit alami.


Tata surya dipercaya terbentuk semenjak 4,6 milyar tahun yang lalu dan merupakan hasil penggumpalan gas dan debu di angkasa yang membentuk matahari dan kemudian planet-planet yang mengelilinginya.


Tata surya terletak di tepi galaksi Bima Sakti dengan jarak sekitar 2,6 x 1017 km dari pusat galaksi, atau sekitar 25.000 hingga 28.000 tahun cahaya dari pusat galaksi. Tata surya mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 220 km/detik, dan dibutuhkan waktu 225–250 juta tahun untuk untuk sekali mengelilingi pusat galaksi. Dengan umur tata surya yang sekitar 4,6 milyar tahun, berarti tata surya kita telah mengelilingi pusat galaksi sebanyak 20–25 kali dari semenjak terbentuk.


Tata surya dikekalkan oleh pengaruh gaya gravitasi matahari dan sistem yang setara tata surya, yang mempunyai garis pusat setahun kecepatan cahaya, ditandai adanya taburan komet yang disebut awan Oort. Selain itu juga terdapat awan Oort berbentuk piring di bagian dalam tata surya yang dikenali sebagai awan Oort dalam.


Disebabkan oleh orbit planet yang membujur, jarak dan kedudukan planet berbanding kedudukan matahari berubah mengikut kedudukan planet di orbit.
Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet.


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati melalui mata telanjang.


Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543) sebelumnya. Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus.


Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter.


Perkembangan teleskop juga diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya, Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi. Dengan dua teori perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan perhitungan benda-benda langit selanjutnya


Pada 1781, William Hechell (1738-1782) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Pluto kemudian ditemukan pada 1930.


Pada saat Pluto ditemukan, ia hanya diketahui sebagai satu-satunya objek angkasa yang berada setelah Neptunus. Kemudian pada 1978, Charon, satelit yang mengelilingi Pluto ditemukan, sebelumnya sempat dikira sebagai planet yang sebenarnya karena ukurannya tidak berbeda jauh dengan Pluto.


Para astronom kemudian menemukan sekitar 1.000 objek kecil lain di belakang Neptunus (disebut objek trans-Neptunus) yang juga mengelilingi Matahari. Di sana mungkin ada sekitar 100.000 objek serupa yang dikenal sebagai objek Sabuk Kuiper (Sabuk Kuiper adalah bagian dari objek-objek trans-Neptunus). Belasan benda langit termasuk dalam Obyek Sabuk Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004).


Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena Obyek Sabuk Kuiper ini diketahui juga memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Dan puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, obyek ini juga memiliki satelit.


Jenis Planet Baru Ditemukan di Luar Tata Surya
Jakarta, Rabu


Ilustrasi yang menunjukkan planet kedua, yang mengorbit bintang 55 Cancri, 44 tahun cahaya dari Bumi.

Bumi, planet kita ternyata tidak sendirian. Ia bahkan mungkin tidak akan kesepian karena ada "teman-teman sejenisnya" di luar sana.

Hari Selasa kemarin (31/8) --menyusul penemuan super Earth di bintang Mu Arae minggu lalu-- para astronom mengumumkan penemuan jenis planet baru yang memiliki lebih banyak kesamaan dengan Bumi dibanding dengan planet-planet gas raksasa yang ditemukan sebelumnya. Planet-planet jenis baru ini diperkirakan banyak terdapat di jagad raya.


"Kami makin dekat pada jawaban atas pertanyaan ’apakah kita sendirian di jagad raya?’" ujar Anne Kinney, direktur Direktorat Misi Ilmiah Divisi Jagad Raya NASA. "Kami ingin mengetahui jawaban itu dengan mencari planet-planet dan memeriksa apakah ada kehidupan di sana."


Para astronom menemukan dua planet --termasuk kelas paling kecil yang pernah dideteksi-- yang mengorbit dua bintang berbeda pada jarak kurang dari 50 tahun cahaya dari Bumi. Salah satu planet itu mengelilingi sebuah bintang kerdil merah yang mengeluarkan cahaya hanya 2 hingga 3 persen cahaya Matahari, dan merupakan jenis bintang paling umum ditemukan di galaksi Bima Sakti.


Temuan di atas membuat para astronom penemunya mengusulkan adanya kelas baru bagi jenis planet ini, yakni planet yang berukuran 14 hingga 18 kali ukuran Bumi.
"Temuan ini hanya awal dari temuan lain. Kami ingin menjadikannya rutin," kata Geoffrey Marcy dari Universitas California di Berkeley, yang menemukan planet di atas bersama dengan R. Paul Butler dari Carnegie Institution di Washington. Nah, dengan berbagai temuan planet berbatu ini, maka impian untuk menemukan "Bumi" lain bakal makin mendekati kenyataan.


"Bisa jadi sebagian besar dari 100 milyar bintang di galaksi Bima Sakti memiliki -planet-planet yang mengorbit mereka," kata Butler. "Kami makin dekat pada penemuan sistem planet yang mirip dengan tata surya kita."Mengukur goyangan bintang


Planet yang mengorbit Gliese 436, berjarak 33 tahun cahaya dari Bumi
Menggunakan teknik pengukuran "goyangan" sebuah bintang yang disebabkan gaya gravitasi planet, para astronom menyimpulkan adanya dua planet di sana. Informasi-informasi seperti massa, orbit dan kecepatan planet juga bisa diketahui. Goyangan bintang diamati dengan mengukur efek Doppler pada cahayanya. Gelombang cahaya itu akan memanjang atau memendek seiring dengan gerakannya di sekitar gaya gravitasi planet yang dilalui.


Penemuan planet di atas menyusul temuan lain yang diperoleh pemburu planet Swiss yang mendapatkan sebuah planet lebih kecil dari yang ditemukan sebelumnya. Temuan-temuan ini tentu saja bakal menambahkan kelas planet baru, walau pengakuan atas kelas itu harus disetujui dahulu.


Saat ini banyak sekali astronom yang mengamati langit untuk mencari planet asing di luar tata surya. Sudah sekitar 135 planet asing itu ditemukan. Dengan memakai metode baru, para astronom itu kini bisa mendeteksi objek-objek yang lebih kecil daripada Saturnus. Adapun yang mereka cari sekarang adalah planet-planet seukuran Bumi kita.
Kedua planet yang baru-baru ini ditemukan, berukuran sekitar 17 kali lebih besar dari Bumi, kurang lebih sebesar Neptunus. Karena mereka berada terlalu dekat dengan bintang induknya, maka waktu edarnya pun sangat singkat.


Di luar itu, para astronom belum bisa memastikan bentuk planet sebenarnya. Keduanya bisa saja berupa bola gas seperti Jupiter, atau seperti Neptunus yang memiliki inti bebatuan berlapis es, diselimuti atmosfer tebal hidrogen dan helium. Sedangkan mengingat kedekatannya dengan bintangnya, keduanya bisa juga berupa "rock planet" seperti Merkurius.



Mencari "Bumi" lain di jagad raya


Perbandingan ukuran planet-planet jenis baru dengan Bumi dan Jupiter
Planet pertama yang ditemukan, mengorbit bintang kerdil merah dingin yang disebut Gliese 436 di gugusan Leo, 33 tahun cahaya dari Bumi. Observasi teliti terhadap bintang itu dimulai Juli 2003 dan ditemukan sebuah planet berukuran setidaknya 21 kali ukuran Bumi. Planet tersebut menyelesaikan orbitnya hanya dalam waktu 2,64 hari --bandingkan dengan Bumi yang perlu 365 hari.


Planet kedua, mengorbit sebuah bintang kuning seperti Matahari kita yang disebut 55 Cancri. Planet ini merupakan bagian dari sistem tata surya berplanet empat yang pertama kali ditemukan. Ukuran massanya diduga sekitar 18 kali Bumi, memiliki waktu orbit 2,81 hari, dan berada pada jarak sekitar 41 tahun cahaya dari Bumi di gugusan Cancer.


"Sistem itu adalah yang paling mirip dengan tata surya kita dibanding temuan-temuan lain," kata Barbara McArthur, peneliti dari Universitas Texas di Austin.
Planet-planet di atas ditemukan menggunakan teleskop-teleskop Observatorium W.M. Keck Hawaii, Observatorium Lick di California dan Observatorium McDonald di Texas. Data-data dari teleskop ruang angkasa Hubble juga digunakan.


NASA sendiri masih akan terus meluncurkan serangkaian misi untuk menemukan lebih banyak planet di masa mendatang. Misi-misi itu adalah Kepler Mission, Space Interferometry Mission dan Terrestrial Planet Finder. Semuanya ditujukan untuk mencari planet biru yang mengorbit bintang kuning serupa Bumi dan Matahari. (cnn.com/AP/wsn)


Sistem Tata Surya Baru: Planet Empat Matahari
Wahana teleskop antariksa Spitzer menemukan sistem Tata Surya dengan empat bintang induk di Rasi TW Hydrae, yang berjarak sekitar 150 tahun cahaya. Kedua pasang bintang gandanya saling mengitari satu terhadap yang lainnya bak pasangan penari balet.


Penulis: Ninok Leksono/Angkasa
Selain tertarik terhadap obyek-obyek langit yang amat jauh, terkait dengan bidang kosmologi, para astronom tampaknya terus punya perhatian besar terhadap Tata Surya - Sistem di mana planet-planet termasuk Bumi berevolusi mengelilingi Matahari. Tata Surya yang kini telah berumur sekitar lima miliar tahun rupanya masih banyak menyimpan misteri yang masih perlu untuk dieksplorasi.


Oleh sebab itu misi tak berawak pun terus dikirim untuk mendapatkan informasi baru mengenai keplanetan dan komponen-komponen Tata Surya lainnya. Antara lain, ini diwujudkan dengan pengiriman misi New Horizon ke Planet Pluto Januari 2006.


Sementara penyelidikan terus dilakukan untuk planet-planet di Tata Surya, berbagai penemuan baru juga terus bermunculan dalam penyelidikan planet di luar Tata Surya, atau yang lebih dikenal sebagai eksoplanet. Salah satu planet ini - Gliese 581 - disebut sebagai Bumi Super (ukuran besar), karena berbagai parameternya memperlihatkan planet ini layak huni.


Matahari banyak

Dalam tulisannya di Kompas (8 Desember 2006) alumnus astronomi Taufiq menyinggung tata surya dengan matahari lebih dari satu. Salah satu contohnya adalah tata-surya dengan tiga bintang seperti yang ada pada bintang HD188753 yang berada di Rasi Angsa (Cygnus). Pada sistem yang berjarak 149 tahun cahaya (1 tahun cahaya = 9.500 miliar km), bintang utama dikitari oleh dua bintang lain berukuran lebih kecil. Di luar itu masih ada sebuah planet gas berukuran lebih besar dari Yupiter mengorbit lebih dekat ke bintang induk dengan periode orbit 3,5 hari.


Pada sistem yang lain, ada pula planet yang ditemukan pada bintang ganda. Misalnya saja bintang ganda Gamma Cephei. Bintang utamanya yang bermassa 1,6 massa Matahari punya sebuah planet dengan massa 1,76 kali Yupiter yang mengorbit sejauh jarak Matahari-Mars (1,5 AU (Astronomical Unit) 1 AU = 150 juta km), dan punya bintang partner yang berukuran lebih kecil pada jarak sejauh Matahari-Uranus (19,2 AU).


Belum lama ini wahana teleskop antariksa Spitzer menemukan sistem yang memiliki empat bintang induk seperti tampak dalam ilustrasi pendamping tulisan ini.
Spitzer dengan peralatan inframerahnya telah diarahkan untuk meneliti piringan debu yang mengelilingi sistem empat bintang HD 98800. Piringan debu tersebut dipercayai bisa melahirkan planet. Dan memang dengan mengamati piringan di sistem bintang ini para astronom mendapati piringan tersebut tidak rata kontinu, tetapi sudah memperlihatkan celah yang seperti menyiratkan adanya planet yang sudah terbentuk.


Planet berperilaku seperti pembersih vakum kosmik. Ia menyerap semua kotoran yang ada di jalur lintasannya, ujar Elise Furlan dari Institut Astrobiologi di Universitas California di Los Angeles seperti diberitakan situs PhysOrg.com. Furlan merupakan penulis utama laporan yang disetujui penerbitannya oleh The Astrophysical Journal.


HD 98800 diperkirakan berumur 10 juta tahun, dan berada di Rasi TW Hydrae yang berjarak 150 tahun cahaya. Sebelum diteliti oleh Spitzer, astronom telah memiliki sejumlah informasi mengenai bintang ini dari pengamatan teleskop darat. Mereka sudah mengetahui, bahwa sistem ini punya empat bintang, dan keempat bintang yang ada berpasang-pasangan dalam sistem dua bintang (doublet, atau binary).


Bintang-bintang dalam sistem bintang ganda mengorbit satu terhadap yang lain, demikian pula dua pasang bintang ganda tersebut juga saling mengitari satu terhadap yang lain sebagaimana pasangan-pasangan penari balet. Salah satu pasangan bintang - yang disebut HD 98800B - memiliki piringan debu di sekelilingnnya, sementara pasangan satunya tidak.


Seperti dilaporkan oleh NASA, keempat bintang saling terikat oleh gravitasi dan jarak antara kedua pasang bintang tersebut adalah sekitar 50 AU, atau sedikit lebih jauh dibandingkan jarak Matahari - Pluto yang sekitar 40 AU. Karena masih terkendala teknologi, maka para astronom sebelum ini tidak dapat menyelidiki piringan debu di sekitar pasangan bintang HD98800B dengan detil.


Jasa Spitzer

Dengan teleskop Spitzer lah akhirnya astronom bisa melihat piringan tersebut dengan rinci. Dengan menggunakan spektrometer inframerah, tim Furlan bisa mendeteksi adanya dua sabuk dalam piringan debu yang terbuat dari butir debu berukuran besar. Satu sabuk berada sekitar 5,9AU dari bintang ganda HD98800B, atau pada jarak sekitar Matahari - Yupiter. Sabuk ini kemungkinan besar tersusun dari asteroid atau komet.


Sementara sabuk lain ada pada jarak 1,5 AU sampai 2,5AU, sebanding dengan letak planet Mars dan asteroid, dan kemungkinan besar tersusun dari bulir halus.
Umumnya kalau ada ruang kosong (gap) di piringan debu, astronom lalu bercuriga ada sebuah planet yang telah mengosongkan lintasan tersebut. Hanya saja, astronom belum terlalu yakin mengenai adanya planet di sistem HD 98800B.


Para astronom mempercayai, bahwa planet-planet terbentuk dalam kurun jutaan tahun, setelah butir debu kecil saling bergabung membentuk benda lebih besar. Dalam kasus tertentu, batuan-batuan kosmik saling bertumbukan untuk membentuk planet batuan seperti Bumi, sedang dalam kasus lain membentuk planet gas seperti Yupiter. Sementara itu, batuan-batuan besar yang tidak membentuk planet menjadi asteroid dan komet.


Ketika struktur-struktur batu tersebut bertumbukan dengan dahsyat, serpihan debu terlontar ke angkasa, dan ini terlihat oleh mata inframerah Spitzer yang sangat sensitif.


Menurut Furlan, debu yang ditimbulkan oleh tumbukan obyek-obyek berbatu di sabuk luar semestinya akan pindah ke piringan debu di dalam. Hanya saja dalam kasus HD98800B, partikel debu tidak mengisi piringan dalam seperti diharapkan. Boleh jadi hal ini disebabkan oleh adanya planet atau oleh pasangan bintang lain yang tidak punya piringan debu tapi gravitasinya mempengaruhi gerakan partikel debu.


Karena bintang-bintang muda banyak yang berkembang menjadi sistem majemuk, maka para astronom perlu menyadari, bahwa evolusi piringan debu di sekitar bintang-bintang muda tipe itu dan pembentukan sistem keplanetan yang ada bisa jauh lebih rumit dibandingkan sistem bintang tunggal seperti Tata Surya kita, tambah Furlan.
Tapi di luar kerumitan memperhitungkan proses kelahiran tata surya semacam itu,



membayangkan hidup di sebuah planet dengan matahari empat melahirkan sensasi tersendiri. (*)







Tidak ada komentar: