Blog Ini Adalah Sarana dan Inspirasi Q

Blog Ini Adalah Sarana dan Inspirasi Q
be my self

Senin, 16 November 2009

Harga diri

HARGA DIRI
Meski kita semua sepakat bahwa harta dan kedudukan bukan jalan satu-satunya untuk mendapatkan respek dari orang lain, kita juga semakin melihat bahwa materi memang sudah jadi tolak ukur untuk banyak situasi. seakan menjadi sebuah pelecehan sosial dan psikologis atas harga diri kita, bila kita tidak mengikuti arus gaya hidup dimasyarakat. “ kan tidak enak lho , kalau semua teman pakai tas puluhan juta , semantara kita satu - satunya yang tidak,”

Kita juga kerap mendengar pegawai berkomentar, “ nyatanya memang tidak cukup ya mengandalkan gaji saja. kita memang terpaksa mencari objekan dari sumber lain.” situasinya sekarang kita bisa menyaksikan betapa orang lebih takut miskin, lebih mati-matian menimbun harta , menjaga kedudukan dan megejar pangkat, ketimbang memmperjuangkan hati nurani, kekayaan jiwa, bahkan kepentingan negara.
Setiap kita bisa saja terjebak dari situasi dilematis untuk menjaga “ harga diri “ini. pertanyaannya : maukah anda dibayar untuk menjelekkan nama orang lain ? maukah anda menerima uang bila nama keluarga dipermalikan ?maukah anda melanggar kode etik propesi dami uang ?Di sisi lain, kita juga bias malihat dan bertanya -taya : demi apa prajurit kita berjuang mempertahankan perbatasan Indonesia dan memperjuangkan timor timur sampai kehilangan anggota tubuhnya , bahkan gugur dimedan laga ?mengapa ada pegawai yang jujur sampai akhir karirnya dan membiarkan anak istinya hidup dengan uang belanja yang pas - pasan ?mengapa ada orang tidak takut dipenjara, ditangkap kalau yakin tidak bersalah ?mengapa ada orang yang yang tetap pada pendiriannya dan kukuh atas akan keputusan jabatannya walaupun di iming-imingi segelontor uang ?apa beda orang seperti Nelson Mandela dengan kita - kita yang biasa - biasa ini ?

Menjaga Amanah
Kita sering tidak habis mengerti, mengapa ada orang yang jelas-jelas salah , namun tetap menyangkal kebenaran ? dalam upaya membela diri, ada orang yang tidak ragu bolak- balik mengingkari kata-katanya sendiri. Sebetulnya, kapan seseorang mulai tidak berfikir selfish dan tidak lagi semata melihat keuntungan bagi diri sendiri ? Psikolog Susan Qilliam mengatakan bahwa tanda orang berangkat dewasa adalah saat ia mulai bisa mengaitkan dirinya dengan kepentingan yang lebih luas, misalnya bisa melihat dan menempatkan dirinya sebagai anggota masyarakat, kelompok profesi, perusahaan, bahkan Negara. Mungkin ini sebabnya, ada seorang pimpinan lembaga tinggi negara menginstruksikan untuk memasukkan kembali pelajaran Bela Negara kedalam kurikulum kursus kepemimpinan para pejabatnya. Tujuannya tentu agar setiap orang bisa diingatkan kembali akan misi dan amanah atas peran, jabatan dan kewenangan yang dibebankan di pundaknya. Dengan demikian tiap orang bisa berpandangan labih dewasa dan tidak semata berorientasi : “ me, me, me attitude”.

Dalam skala kecil kita kadang melihat juga gejala tidak terbukanya suatu devisi dengan divisi lain. seakan khawatir apa yang dibuat atau diciptakan oleh divisi tersebut , dicatut sebagai divisi lain. berkapanjangannya komplik antar institusi yang kita lihat belakangan ini juga memperlihatkan tidak maunya sebuah lembaga dipersalahkan secara sepihak, karena kesalahan juga ada dilembaga lain. kita jadi bertanya - Tanya, mengapa tidak lagi ada semangat korp dan keinginan membela kebersamaan ? bukankah lebiih bangga jika kita bias membela kepentingan yang lebih besar, apakah itu kepentingan perusahaan, juga kepentingan masyarakat dan bangsa?

Refleksi Diri.
Setelah dipikir - pikir kualitas karakter seseorang kita lihat ternyata tidak sepenuhnya bergantung dari pendidikan atau lingkungan dimana dia hidup. tidak jarang kita menemui orang yang pendidikannya rendah, katakanlah para pembantu rumah tangga , tetapi tetap menjaga nilai-nilai kejujuran dan tidak tergoda oleh iming-iming uang didepan mata. dari mana pelajaran budi pekerti ini didapatkan orang - orang yang tidak makan bangku sekolahini ? kieerkegaard, seorang ahli budi pekerti, mengungkapkan bahwa sebagai mahkluk tertinggi yang yang berakal buda, rasa bangga terhadap diri sendiri justru dating dari minat kita terhadap nilai - nilai kehidupan. Orang yang dangkal yang tidak tahu nilai kehidupan,biasanya tumbuh mebjadi pribadi yang tidak punya pegangandan hanya melihat harta sebagai patokan kesuksesan. Sementara orang yang berminat pada nilai kehidupan , pasti akan setia pada dirinya sendiri dan otomatis pula akan setia pada lingkungan yang lebih luas, keluarga, profesi, perusahaan, nedara, bahkan agama.

Sebagai individu kita sendiri yang perlu teguh untuk mereviw apa yang sudah kita lakukan. Apakah hari-hari yang kita lewati sudah “ mengisi “ kepribadian dan karakter kita sehingga menjadikan kita pribadi kelas satu atau sekedar biasa-biasa saja. “ tidak semua orang bias berkesempatan melakukan refleksi diri dan cukup inteligen untuk mengkonstruksi karakter yang tasteful”.

Candra dimuka
Ujung-ujungnya juga kita menyadari betapa uang bertumpuk- tumpuk, kekuasaan, kewenangan hanyalah sebagian kecil aspek yang sering kali tidak bias membayar rasa malu, rasa bersalah, kesehatan jiwa dan respek yang kita butuhkan untuk memperkuat kepribadian kita. kita jadi perlu mempertanyakan apakah betul gengsi bisa kita dapatkan dari jabatan , uang berlimpah, benda-benda yang kita miliki , serta kekuasaan yang kita dapatkan? bukankah gengsi justru lebih awet bila kita menampilkan diri sebagai pribadi yang peduli , penuh minat, berperan sebagai agen yang abdi yang bertanggung jawab dan menghargai setiap orang yang ada di sekitar kita. bukankah gengsi justru bisa di dapat kalau klita beterus terang bahwa kita juga sanggup menjalankan tugas yang diemban ? situasi pekerjaan memang juga merupakan candra dimuka bagi orang yang ingin meningkatakan kualitas pribadi ?

Tidak ada komentar: